Postingan berikut merupakan ilmu dari geologi yang akan membahas dasar dari kristalografi , berikut merupakan 7 sistem kristalografi pada kristal :
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal
regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal kubus atau kubik.
Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang
lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing
sumbunya.Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal
Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang
artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c.
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti,
pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus
satu sama lain (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan
proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b
: c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1,
pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik
garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
- Tetaoidal
- Gyroida
- Diploida
- Hextetrahedral
- Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah
gold, pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)
2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem
kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak
lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c
berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya
lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya
panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c.
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti,
pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak
lurus satu sama lain (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan
proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
- Piramid
- Bipiramid
- Bisfenoid
- Trapezohedral
- Ditetragonal Piramid
- Skalenohedral
- Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah
rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal,
dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b,
dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain.
Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda,
dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal
Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c ,
yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu
d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini,
sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap
sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan
proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b
: c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1,
pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ
membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:
- Hexagonal Piramid
- Hexagonal Bipramid
- Dihexagonal Piramid
- Dihexagonal Bipiramid
- Trigonal Bipiramid
- Ditrigonal Bipiramid
- Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah
quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi
luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu
beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal.
Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada
sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk
segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik
sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya
panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi
tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling
tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan
proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal
ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu
bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
- Trigonal piramid
- Trigonal Trapezohedral
- Ditrigonal Piramid
- Ditrigonal Skalenohedral
- Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline dan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)
5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis
dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang
berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal
Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c ,
yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau
berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ
= 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak
lurus (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan
proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a
: b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi
ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
- Bisfenoid
- Piramid
- Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu
sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak
lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c
tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai
panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu
b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem
Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang
artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau
berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak
lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
Pada penggambaran dengan menggunakan
proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah
azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)
7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri
yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga
panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal
Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang
artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau
berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ
≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling
tegak lurus satu dengan yang lainnya.
Pada penggambaran dengan menggunakan
proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c =
sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang
pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ =
45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)
source:
Mondadori, Arlondo. 1977.
Simons & Schuster’s Guide to Rocks and
Minerals. Milan : Simons & Schuster’s Inc.
Pellant, Chris. 1992.
Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley
Wijayanto, Andika. 2009.
Kristalografi.